Minggu, 06 Maret 2016

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

1. Prinsip Dasar dan Tujuan K3
Kemajuan dan perkembangan industrialisasi disamping memberikan kemudahan pada proses produksi, ternyata juga dapat menambah jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja, yang dapat mempengaruhi kondisi lingkungan kerja, proses serta sifat pekerjaan, yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan jumlah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan.
Oleh karena itu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang merupakan salah satu bagian dari perlindungan tenaga kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan . Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara umum bertujuan:
-  Memberikan perlindungan atas keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada ditempat kerja, atau dapat disederhanakan bahwa salah satu tujuan utama K3 adalah : “ MEMBUAT TEMPAT KERJA YANG AMAN DAN NYAMAN BAGI SETIAP ORANG. “

Pengetahuan tentang K3 terus berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi industri, namun secara dasar atau secara garis besar dapat dijelaskan seperti pada uraian pada berikut dibawah ini.


2. Kecelakaan dan Pencegahannya
Fakta Kecelakaan :
*Tidak Dapat Pernah Diprediksi
Kecelakaan terjadi secara tiba-tiba tidak diperkirakan yang seketika.
Tidak peduli betapa kuatnya atau baiknya kesehatan seseorang tetap saja akan dapat tertimpa kecelakaan.

*Dapat Terjadi Setiap Saat
Kemungkinan akan mengalami kecelakaan tetap ada pada seseorang, siang atau malam, pagi atau sore , bahkan larut malam . Oleh karena sifat kecelakaan yang selalu mengintai secara terus menerus 24 jam sehari , tiap hari dari tiap tahun, tidak pernah mengambil istirahat. Maka kita harus selalu mengambil pengamanan.

*Dapat Terjadi Dimana Saja
Jika seseorang memikirkan hal tersebut diatas, maka seolah-olah tidak ada satu tempat pun yang betul-betul aman.
Kecelakaan dapat terjadi waktu seseorang sedang menyebrang jalan, sedang menjemur pakaian, sedang main sepak bola, menonton balapan sepeda motor. Maka dari itu perlu mengambil tindakan pengamanan dimanapun berada atau kemanapun seseorang akan pergi tanpa kecuali.

*Kecelakaan itu Dapat Mengakibatkan Permasalahan Yang Serius.
Semua permasalahan yang fatal, atau menyebabkan kehilangan anggota badan akan menimbulkan masalah beban finansial bagi tiap keluarga, yang akan menguras simpanan yang disisihkan untuk keperluan lainnya seperti untuk pendidikan anak atau untuk waktu seseorang berpensiun.

Sehingga dapat dikatakan bahwa "Kecelakaan Seketika Dapat Mengubah Kehidupan Seseorang"
Maka jangan memepertaruhkan keselamatan karena ingin dipuji keberanian kita ataupun sebaliknya, yaitu keterpaksaan karena takut pada atasan.

3. Pengaruh Kecelakaan 
Pegawai Korban Kecelakaan :
• Sakit, penderitaan, rasa takut (traumatis).
• Tidak mampu untuk selama-lamanya. ( kehilangan anggota badan )
• Tidak mampu melaksanakan pekerjaan semula.
• Efek psykologis , hilangnya kepercayaan diri ( adanya cacat  Kehilangan pendapatan.
• Tidak dapat / sukar mengikuti kehidupan sosial yang baik.

Keluarga Pegawai :
• Kehilangan seorang yang di cintainya ( meninggal)
• Kehilangan seorang pencari nafkah untuk keluarganya. Menjadi beban keluarga
• Kegiatan dalam masyarakat menjadi kurang / terbatas.

Kerugian Perusahaan :
• Kerugian berupa turunnya produksi.
• Penurunan kwalitas dan kwantitas produksi akibat kecelakaan.
• Kerja lembur untuk kehilangan produksi.
• Penggantian / perbaikan mesin yang rusak.
• Penggantian / perbaikan peralatan yang rusak.
• Penggantian bahan baku yang rusak.
• Rehabilitasi pegawai yang kecelakaan.

Kehilangan waktu kerja dari teman sekerja dan para pengawas :
• Memberi pertolongan kepada yang bersangkutan
• Karena ingin tahu – simpati
• Pemeriksaan kecelakaan
• Memberi keterangan tentang kecelakaan
• Mengikuti sidang team pemeriksaan
• Melatih pegawai yang cacat untuk pekerjaan yang sesuai dengan keadaan fisiknya.
• Biaya perawatan.
• Biaya perusahaan asuransi.
• Hilangnya / berkurangnya hubungan baik dengan para pegawai.
• Hilangnya / berkurangnya hubungan baik dengan para langganan dan hubungan dengan masyrakat.
• Pekerjaan menjadi tidak / kurang menaarik bagi para pegawai

4. Penyebab Kecelakaan
Penyebab dasar terjadinya kecelakaan ;
*Kondisi yang tidak aman ( unsafe conditions ), misalnya ; mesin bekerja tanpa alat perlindungan, peralatan kerja yang sudah tidak layak pakai, instalasi yang tidak memenuhi syarat.

*Perbuatan yang tidak aman ( unsafe actions ), misalnya ; bekerja tanpa memakai nalat pelindung diri, kurang hati-hati / sembrono, kurang memahami cara kerja yang aman.

*Takdir (faktor X)
Manusia tidak mampu mencegah datangnya suatu malapetaka karena bencana, apabila yang maha kuasa sudah menghendakinya.

Dari 3 penyebab dasar terjadinya kecelakaan seperti tersebut diatas ada beberapa faktor yang secara umum terhadap kejadian kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi 4 ( empat ), yaitu ;
1. Faktor/unsur lingkungan kerja, misalnya ; masalah kebisingan yang tinggi, penerangan yang kurang mamadai, ventilasi udara yang kurang memenuhi persyaratan, dan lain-lain.

2. Faktor perkakas / mesin, misalnya ; cara penempatan yang tidak sesuai, tanpa dilengkapi alat perlindungan, atau alat pelindungnya telah usang tapi masih dipakai untuk bekerja.

3. Faktor manusia / pekerja, misalnya ; bekerja dengan sikap yang tidak wajar, kurang terampil, kekurangan pada phisik atau mental.

4. Faktor Manajemen, sistem manajemen K3 yang tidak baik.


5. Cara Pencegahan Kecelakaan
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian tentang apa yang dimaksud dengan cara-cara pencegahan kecelakaan, diantaranya dari H.W. Heinrich dan F.B. Maynard seperti berikut ini .

H.W. Heinrich
Pencegahan kecelakaan dapat didefinisikan sebagai suatu program yang meliputi berbagai aktivitas yang dikoordinir yang ditunjukan pada upaya pengendalian tindakan tidak aman para pekerja, peralatan dan lingkungan kerja yang tidak aman.

F.B. Maynard
Usaha pencegahan kecelakaan lebih ditekankan kepada pengendalian para pegawai, berfungsinya mesin-mesin dan lingkungan kerja.

B. Usaha Pencegahan Kecelakaan
Dari pengertian tersebut diatas maka secara garis besar usaha-usaha pencegahannya dilakukan sebagai cara berikut dibawah ini.
1. Komitmen manajemen dan keterlibatan pekerja
2. Analisis resiko ditempat kerja (secara terbatas dengan JSA)
3. Pencegahan dan pengendalian bahaya :
a. Menetapkan prosedur kerja berdasarkan analisis, pekerja memahami dan melaksanakannya;
b. Aturan dan prosedur kerja dipatuhi;
c. Pemeliharaan sebagai usaha preventif;
d. Perencanaan untuk keadaan darurat;
e. Pencatatan dan pelaporan kecelakaan;
f.    Pemeriksaan kondisi lingkungan kerja;
g. Pemeriksaan tempat kerja secara berkala;

6. Analisa Keselamatan Pekerjaan/Job Safety Analysis
Yang dimaksud dengan Analisa Keselamatan Pekerjaan yang lebih dikenal dengan istilah Job Safety Analysis, adalah ;
Prosedur untuk men gindentifikasi bahaya yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan guna mendapatkan langkah-langkah penyelesaian supaya bahaya yang akan timbu dapat dihilangkan atau dikontrol dan dihindari.
Tujuan dari pelaksanaan Analisa Keselamatan Pekerjaan atau Job Safety Analysis adalah menyusun prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya potensi bahaya dan penyebabnya yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pekerjaan, disamping untuk mengeliminasi dan melakukan tindakan korektif agar tidak terjadi kecelakaan.
Analisa Keselamatan Pekerjaan ini disamping merupakan suatu cara untuk meneliti bahaya yang ada pada setiap langkah kerja dan dicarikan upaya pengendaliannya juga digunakan untuk mengkaji ulang methode kerja, menemukan potensi bahaya dan menentukan tindakan koreksi pada setiap langkah kerja.
Keuntungan yang diperoleh dalam Analisa Keselamatan Pekerjaan, adalah :
a. Menemukan adanya potensi bahaya yang akan timbul lebih awal.
b. Menemukan adanya kelemahan pada sistem kerja sebelumnya.
c. Menghilangkan / mengontrol tindakan dan kondisi yang berbahaya.
d. Menentukan alat pelindung diri yang sesuai dengan kebutuhan.
e. Membuat aturan / standar khusus yang berhubungan dengan pekerjaan.
f. Sebagai titik tolak untuk menyelesaikan pekerjaan dengan selamat sesuai jadual.

Tabel Contoh Lembar Kerja Job Safety Analysis


7. Melaksanakan Cara kerja Yang Aman
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pekerjaan pemeliharaan relai, meter, scada dan telekomunikasi baik pada instalasi dalam keadaan operasi maupun dalam keadaan tidak operasi (padam), sering kali mengalami kejadian /insiden yang mengakibatkan kerugian bagi PLN, seperti salah trip, human error, dls. Kejadian ini dapat diakibatkan tindakan yang tidak aman dari para personil, tapi juga dapat diakibatkan dari teknis disain / kondisi peralatan itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengeliminir atau mengurangi insiden tersebut, maka perlu dilakukan tindakan¬tindakan pengaman sesuai prosedure pengujian.

A. Potensi Bahaya
Ada beberapa pontensi bahaya dalam pekerjaan pemeliharaan relai, meter dan scada tel seperti uraian berikut dibawah ini.

Contoh Tabel Pekerjaan di Control Panel / Procection Panel


Contoh Tabel Pekerjaan dilapangan


B. Tindakan Pengamanan
Agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, aman, lancar dan selamat, maka sebelum pelaksanaan pekerjaan perlu dilakukan tindakan atau langkah-langkah pengamanan. Tindakan Pengamanan yang dilakukan mencakup Keselamatan kerja, Keselamatan peralatan maupun Keselamatan Lingkungan, sesuai dengan prosedur kerja yang tercantum dalam Standar Operation Prosedur (SOP).

Langkah-langkah Pengamanan yang harus dilakukan :
a) Diskusi / Five minute meeting, dilakukan sebelum pekerjaan dimulai untuk membahas :
- Skope pekerjaan
- Menyiapkan gambar/ skematik diagram/wiring yang akan dipergunakan dan disepakati dengan penguasa instalasi (wakil UPT) sesuai dengan yang kan dikerjakan
- Rencana dan metode pekerjaan
- Kesiapan alat uji, alat ukur dan tool set, serta blangko pengujian Penyelesaian admistrasi seperti ijin kerja (Working Permits), spk , data setting (jika ada), dll.
- Berdo’a, memohon keselamatan selama pekerjaan berlangsung

b) Mematikan HP atau alat komunikasi lain didekat Lemari Relay, sesuai tanda peringatan yang tertera di ruang relay.

c) Memasang tanda pengaman /rambu-rambu peringatan / kunci (lock) pada daerah aman yang akan dikerjakan dan daerah berbahaya untuk tidak disentuh.

d) Mengamankan terminal kabel yang terbuka untuk bay lain yang tidak dikerjakan dengan cara menutup terminal (dilakukan jika pada panel tersebut terdapat 2 atau lebih sistem proteksi).

e) Pengamanan Rangkaian TRIP dan Intertrip :
- Blok semua rangkaian Trip ke PMT (jika pengujian tidak dilakukan pada Test plug).
- Blok semua rangkaian Intertrip sistem proteksi lain nya .
- Blok semua rangkaian tranfertrip melalui Teleproteksi untuk sistem proteksi lainnya atau ke GI lain.
- Semua Terminal yang dilepas diberi TANDA dan disaksikan rekan sekerja sebagai kontrol/supervisi.

f) Pengamanan Rangkaian ARUS dan TEGANGAN :
- Tutup /Short circuit rangkaian arus ke CT sehingga tidak open circuit ( jika pengujian dalam keadaan operasi)
- Blok / Short circuit rangkaian arus yang diseri dengan Relai atau Metering, sehingga tidak mengganggu sistem lainnya.
- Buka rangkaian Tegangan ke PT ( jika pengujian dalam keadaan operasi)
- Buka rangkaian Tegangan yang terhubung ke Relai & Meter lainnya Semua Terminal yang tutup/buka diberi TANDA dan disaksikan rekan sekerja sebagai kontrol/supervise

g) Melakukan Penormalan wiring yang diblok sesuai pada butir 7.2.5. dan 7.2.6 (setelah pengujian selesai) yaitu :
- Memasang/menyambung kembali semua rangkaian Tegangan yang di buka.
- Menutup kembali angkaian arus ke CT maupun ke relay lainnya Memasang kembali rangkaian TRIP, Intertrip dan Transfer trip Mengencangkan baud-baud terminal terutama yang baru dilepas.
- Semua kegiatan disaksikan rekan sekerja sebagai kontrol/supervisi Pekerjaan Selesai dan membaca do’a syukur.

Kesimpulan :
Kecelakaan kerja dapat terjadi dimana-mana, oleh karena itu pelaksanaan K3 dalam kegiatan pekerjaan sangat penting untuk menjamin tenaga kerja terhindar dari kecelakaan kerja.
Implementasi K3 merupakan tanggungjawab bersama untuk mendukung manajemen PLN dalam meningkatan mutu dan pelayanan kepada konsumen.

Potential Transformer (PT)

1. Fungsi PT
*Memperkecil nilai tegangan pada sistem tenaga listrik menjadi nilai tegangan untuk sistem pengukuran
*Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap primer
*Standarisasi rating tegangan untuk peralatan sisi sekunder


2. Prinsip kerja PT




Keterangan :
a = Perbandingan transformasi N1 › N2
N1 = Jumlah belitan primer
N2 = Jumlah belitan sekunder
E1 = Tegangan Primer
E2 = Tegangan Sekunder


3. Klasifikasi PT
Klasifikasi PT dibedakan menurut kontruksi dan pemasangannya, yaitu :
pasangan dalam dan pasangan luar.

Klasifikasi menurut kontruksinya :
*PT Induktif (Inductive voltage transformer atau electromagnetic voltage transformer), yang terdiri dari belitan primer dan belitan sekunder, dan tegangan pada belitan primer akan menginduksikannya ke belitan sekunder melalui core.

*PT Capasitive (Capasitive Voltage Transformer/CVT), terdiri dari rangkaian kapasitor yang berfungsi sebagai pembagi tegangan tinggi dari trafo pada tegangan menengah yang menginduksikan tegangan ke belitan sekunder melalui media kapasitor.


4. Kesalahan PT
Kesalahan PT didefinisikan sebagai E = ( Kn Vs – Vp) / Vp x 100 % dimana : Kn = perbandingan nominal rasio
Ep = tegangan primer aktual
Es = tegangan sekunder aktual
Jika kesalahan positip maka tegangan sekunder lebih besar dari nilai tegangan nominalnya.
Jumlah lilitan yang lebih kecil pada pembebanan rendah dan negatip pada pembebanan besar.
Selain kesalahan rasio juga terdapat kesalahan akibat pergeseran fasa. Kesalahan ini bernilai positip jika tegangan sekunder mendahului tegangan primer.
Untuk pemakaian proteksi akurasi pengukuran tegangan menjadi penting selama kondisi gangguan.

Pada tabel dibawah ini diberikan batasan untuk akurasi PT.

Tabel Batasan kesalahan PT untuk pengukuran
dengan rating tegangan 0.8 s/d 1.2 kali dan rating beban 0.25 s/d 1 kali pada faktor daya 0.8


Tabel Batas kesalahan PT untuk pemakaian proteksi


Current Transformer (CT)

1. Konstruksi CT
Untuk pemasangan alat-alat ukur dan alat-alat proteksi/pengaman pada instalasi tegangan tinggi, menengah dan rendah diperlukan trafo pengukuran. Fungsi CT :
*Memperkecil besaran arus pada sistem tenaga listrik menjadi besaran arus untuk sistem pengukuran.
*Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer
*Standarisasi rating arus untuk peralatan sisi sekunder

Berdasarkan rumus :
I1.N1 =I2.N2



I1 > I2 sehingga N1 < N2
N1 = jumlah lilitan Primer
N2 = jumlah lilitan sekunder
CT dalam sistem tenaga listrik digunakan untuk keperluan pengukuran dan proteksi.
Perbedaan mendasar pada kedua pemakaian diatas adalah pada kurva magnetisasinya.

Gambar Kurva kejenuhan CT untuk pengukuran dan proteksi

Untuk pengukuran, memiliki kejenuhan sampai dengan 120 % arus rating tergantung dari kelasnya, hal ini untuk mengamankan meter pada saat gangguan
Untuk proteksi, memiliki kejenuhan cukup tinggi sampai beberapa kali arus rating.
Hubungan antara belitan primer dan sekunder membagi jenis CT menjadi tipe bar (batang) dan tipe wound (lingkaran) seperti pada gambar dibawah ini :



Contoh kontruksi CT lengkap seperti pada gambar dibawah ini



2. CT dengan Dua Pengenal Primer

Contoh 500 - 1000/5A
Gambar Rangkaian Primer Paralel, misalnya 1000/5A


Gambar Rangkaian Primer Seri, misalnya 500/5A



3. Ratio CT dengan Multi Ratio

Contoh : 100 – 200 – 300 – 400 – 500 – 1000 / 5A
Gambar  Sekunder CT di Tap dengan Multi Ratio



4. CT Dengan Inti Lebih dari Satu
Digunakan untuk keperluan yang berbeda seperti untuk kebutuhan pengukuran dan proteksi.
Contoh :

CT dengan 2 inti rasio : 500/5-5 A
Penandaan primer P1- P2
Penandaan sekunder inti ke 1 = 1S1 - 1S2 adalah untuk pengukuran
Penandaan sekunder inti ke 2 = 2S1- 2S2 adalah untuk proteksi

CT dengan 4 inti rasio : 500/1-1-1-1 A
Penandaan primer P1 – P2
Penandaan sekunder inti ke 1 = 1S1-1S2 untuk pengukuran
Penandaan sekunder inti ke 2 = 2S1- 2S2 untuk rele arus lebih
Penandaan sekunder inti ke 3 = 3S1- 3S2 untuk rele jarak
Penandaan sekunder inti ke 4 = 4S1-4S2 untuk diffrensial


5. Rating CT
Burden,
Rating dari beban dimana akurasi masih bisa dicapai yang dinyatakan dalam Volt Ampere (VA).
Umumnya bernilai : 2,5; 5; 7,5; 10; 15; 30 VA

Rating Arus Kontinyu.
Besarnya arus disisi primer secara kontinyu tanpa mengakibatkan kerusakan.

Rating Arus Sesaat
Biasanya dalam batas waktu 0.5 , 1 , 2 atau 3 detik

Rating Arus Dinamik
Perbandingan I peak : I rated
dimana Ipeak adalah arus maksimum CT yang diijinkan tanpa menimbulkan kerusakan.


6. Akurasi CT
a. Kesalahan rasio CT
Kesalahan besaran arus karena perbedaan rasio name plate dengan rasio sebenarnya dinyatakan dalam :
% = 100 ( Kn Is – Ip ) / Ip.
dimana :
Kn = rating rasio transformer
Ip = arus primer aktual
Is = arus sekunder actual

b. Kesalahan Sudut Phasa
Akibat pergeseran sudut phasa antara arus sisi primer dengan arus sisi sekunder :
bernilai positip ( + ) jika Is mendahului Ip,
bernilai negatip ( - ) jika Is tertinggal dari Ip.

c.   Komposit error
Komposit error merupakan nilai rms dari kesalahan trafo dan ditunjukkan oleh persamaan berikut



7. Class CT
Menyatakan prosentase kesalahan pengukuran CT pada rating atau pada rating akurasi limit.
a.  Accuracy Limit Factor ( ALF )
Disebut juga faktor kejenuhan inti
Perbandingan dari I primer : I rated
Nilai dimana akurasi CT masih bisa dicapai
Contoh :
CT rasio 200/1 A dengan accuracy limit faktor (ALF) = 5
Maka batas akurasinya adalah maksimum : 5 x 200 A = 1000 A

b. Class CT Untuk Pengukuran
Tabel Kesalahan rasio dan pergeseran fasa CT pengukuran

c. Class CT Untuk Proteksi
Class P
Dinyatakan dalam bentuk seperti contoh berikut : 15 VA ,10 P, 20
dimana :
15 VA =  Rating beban CT sebesar 15 VA
10 P =  Klas proteksi, kesalahan 10 % pada rating batas akurasi
20           =  accuracy limit faktor, batas akurasi CT sampai dengan 20 kali arus rating
Tabel Kesalahan rasio dan pergeseran fasa CT proteksi


d. Kelas TPX, TPY dan TPZ
CT dimana performance transientnya signifikan.
Trafo arus yang mempunyai sirkit tanpa dan dengan celah udara serta mempunyai tipikal konstanta waktu sekunder yang pada umumnya digunakan pada sistem 500 kV khususnya jawa bali sebagai berikut :

*Kelas TPX ( non gapped core CT)
Tanpa celah udara Konstanta waktu lebih lama dari 5 detik. CT ini mempunyai akurasi yang tinggi, arus magnetisasi yang sangat rendah, presisi pada transformasi AC dan DC komponen.
Cocok untuk semua jenis proteksi. Mempunyai faktor remanansi KR ≈ 0.8 CT ini mempunyai core yang besar karena itu berat dan mahal.
Dapat dikombinasikan dengan TPY.
User harus menspesifikasikan harga minimum dari V knee dan harga rms maksimum dari arus eksitasi. Klass TPX ini pada umumnya digunakan untuk Proteksi : Busbar, CCP, REF, Differential.

*Kelas TPY (anti remanence/gapped core)
Dengan celah udara kecil (pada inti ), dengan konstanta waktu 0.2 s/d 10 detik. CT ini hampir sama dengan tipe TPX tetapi transformasi DC komponen tidak seakurat TPX.
Hal ini berarti kesalahan transient lebih besar pada konstanta waktu yang kecil. Mempunyai faktor remanensi KR < 0.1.
CT ini mempunyai core yang besar dan mahal.
Toleransi konstanta waktu sekunder ± 20 % jika Ts < 2 detik dan CT digunakan untuk Line Protection ( LP).

*Kelas TPZ (linear core)
Dengan konstanta waktu 60 milidetik +/- 10 %
Arus magnetisasi 5.3 % dari arus sekunder pada keadaan steady state. Faktor remanensi KR ≈ 0
Ukuran core 1/3 dari tipe TPX dan TPZ untuk keperluan yang sama.


8. Pengecekan Kejenuhan Inti
Diketahui
If max = 7266 A
rasio Ct 1000 / 5 A dan klas 7.5 VA 1 0P20
Rct = 0.26 ohm Rr = 0.02 ohm Rl = 0.15 ohm
Periksa apakah V knee memenuhi kebutuhan untuk rele arus lebih dan rele hubung tanah.
Jawab :
Untuk rele arus lebih tegangan pada sisi sekunder CT
Vs = If ( Rct + Rr + Rl )
= 7226 x 5 / 1000 ( 0.26 + 0.02 + 0.15 ) = 15.54 volt
V knee CT dapat sebagai berikut Vk = VA/In x ALF + Rct x In x ALF
= 7.5 / 5 x 20 + 0.26 x 5 x 20
= 56 volt
"Vk > Vs dengan demikian CT masih memenuhi kebutuhan"

Sistem Proteksi Transformator

Sistem Proteksi Transformator terdiri dari :

1. Peralatan Proteksi
Jaringan tenaga listrik secara garis besar terdiri dari pusat pembangkit, jaringan transmisi (gardu induk dan saluran transmisi) dan jaringan distribusi. Jaringan tenaga listrik terdiri dari banyak peralatan yang berbeda jenis dan karakteristik dan secara fisik dipisahkan oleh pemutus tenaga (PMT) seperti pada gambar dibawah ini.


PMT berfungsi untuk memisahkan/menghubungkan satu bagian jaringan dengan bagian lain, baik jaringan dalam keadaan normal maupun dalam keadaan terganggu. Bagian-bagian jaringan tersebut dapat terdiri dari satu PMT atau lebih.

Dalam usaha untuk meningkatkan keandalan penyediaan energi listrik, kebutuhan sistem proteksi yang memadai tidak dapat dihindarkan.
Sistem proteksi terdiri dari peralatan CT, PT, PMT, Catu daya dc/ac, relai proteksi, teleproteksi yang diintegrasikan dalam suatu rangkaian wiring. Disamping itu diperlukan juga peralatan pendukung untuk kemudahan operasi dan evaluasi seperti sistem recorder, sistem scada dan indikasi relai (annunciator). Secara sederhana salah satu contoh sistem proteksi untuk transformator seperti ditunjukan pada gamabr dibawah ini.



Fungsi peralatan proteksi adalah untuk mengidentifikasi gangguan dan memisahkan bagian jaringan yang terganggu dari bagian lain yang masih sehat serta sekaligus mengamankan bagian yang masih sehat dari kerusakan atau kerugian yang lebih besar.

Sistem Proteksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- Sensitif yaitu mampu merasakan gangguan sekecil apapun
- Andal yaitu akan bekerja bila diperlukan (dependability) dan
tidak akan bekerja bila tidak diperlukan (security).
- Selektif yaitu mampu memisahkan jaringan yang terganggu saja.
- Cepat yaitu mampu bekerja secepat-cepatnya.


2. Gangguan Sistem dan Non Sistem
Jaringan tenaga listrik yang terganggu harus dapat segera diketahui dan dipisahkan dari bagian jaringan lainnya secepat mungkin dengan maksud agar kerugian yang lebih besar dapat dihindarkan.
Gangguan pada jaringan tenaga listrik dapat terjadi di pembangkit, di jaringan transmisi atau di jaringan distribusi.

A. Gangguan Sistem
Gangguan sistem adalah gangguan yang terjadi di sistem tenaga listrik (sisi primer) seperti pada generator, transformator, SUTT, SKTT dan lain sebagainya. Gangguan sistem dapat dikelompokkan sebagai gangguan permanen dan gangguan temporer. Gangguan temporer adalah gangguan yang hilang dengan sendirinya bila PMT terbuka, misalnya sambaran petir yang menyebabkan flash over pada isolator SUTT. Pada keadaan ini PMT dapat segera dimasukan kembali, secara manual atau otomatis dengan Auto Recloser.
Gangguan permanen adalah gangguan yang tidak hilang dengan sendirinya, sedangkan untuk pemulihan diperlukan perbaikan, misalnya kawat SUTT putus.
Gangguan sistem dapat bersifat controllable (dalam pengendalian O&M) dan uncontrollable (dil uar pengendal ian O&M).

B. Gangguan Non Sistem
PMT terbuka tidak selalu disebabkan oleh terjadinya gangguan pada sistem, dapat saja PMT terbuka oleh karena relai yang bekerja sendiri atau kabel kontrol yang terluka atau oleh sebab interferensi dan lain sebagainya. Gangguan seperti ini disebut gangguan bukan pada sistem, selanjutnya disebut gangguan non–sistem (sisi sekunder).
Jenis gangguan non-sistem antara lain :
kerusakan komponen relai,
kabel kontrol terhubung singkat,
interferensi / induksi pada kabel kontrol.